Minggu, 30 Agustus 2015

Aku pernah hendak menuliskan namamu diatas pasir,
namun ketika melihat angin kencang,
ku urungkan niat itu karena tahu
namamu pasti akan terbang dan hilang bersama kepergiannya.
.
Lalu aku ingin menulis namamu diatas kertas,
namun ketika melihat betapa tipis dan mudahnya kertas itu robek,
kembali kuurungkan niat,
namamu pasti akan hilang dan terbuang bersama usangnya kertas itu.
.
Aku berpikir keras, dimana harus menulis namamu,
dan ah!
kulihat batu besar dan sepertinya cocok,
pasti namamu akan selamanya terukir disana.
Tetapi ketika melihat masih adanya kemungkinan batu itu terkikis oleh air hujan,
lagi-lagi tak jadi aku melakukannya.
.
Kemudian air dan angin menjadi sarana berikutnya,
namun ketika mencoba menulis namamu disana,
aku tahu itu adalah hal sia-sia,
tak mungkin menulis apa-apa disana,
bahkan sebuah titik pun takkan bisa.
.
Setelahnya kupilih menuliskan namamu dalam hatiku,
tapi seketika aku tersadar,
hati ini adalah tempatnya salah, khilaf dan dosa,
aku takut jika ada engkau disana,
disitulah muncul kesempatan untukku untuk mendekati zina.
.
Pada akhirnya aku sadar.
Tiada tempat paling aman untuk menuliskan nama indahmu.
Disini,
didalam doa pada tiap sujud panjangku.
Pada munajat penuh tangisku padaNya.
Doa adalah satu-satunya sarana abadi untuk menggoreskan tinta emas bertuliskan namamu.

Rita Budiarti . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates